Merawat keberagaman kita dalam bingkai Pancasila

Semenjak era reformasi pecah, isu keberagaman menjadi hal yang cukup progresif dibicarakan di setiap seminar ilmiah maupun perbicangan akademis lainya. Selain sebagai langkah untuk memunculkan konsep baru dalam pengenalan kepada generasi muda, isu keberagaman muncul juga sebagai gambaran bahwa bangsa kita belum selesai terhadap konsensus bersama dalam hal ikhtiar akhir dalam keberagaman. Seolah tak bisa untuk dihentikan dan dibuka pembicaraan lain yang lebih membangun, isu keberagaman juga masih menjadi kendala bangsa kita untuk terus membangun perekonomian nasional. Masih adanya berbagai permasalahan yang menjadi ketersinggungan dalam keberagaman menjadi fenomena baru kita untuk membicarakannya lagi. Isu SARA masih saja terjadi di beberapa daerah, dan seiring cepatnya arus informasi yang disitu mengakibatkan fenomena berita hoax senantiasa berkembang, juga sebagai penyulut yang sering terjadi disetiap daerah yang masih ada konflik sektarian. Kita semakin takut dengan kehidupan beragam yang selama ini ada di bangsa kita, lihat saja bagaimana wajah media sosial kita telah merubah kehidupan sosial kita dalam ranah keberagaman. Sejatinya yang terjadi ketika kita memasuki media sosial, kita akan melihat keharmonisan yang selama ini tergambarkan dalam ideologi kita yakni pancasila. Nilai yang luar biasa terkandung dalam pancasila sejatinya menjadi gambaran keharmonisan kita dalam persatuan dan kesatuan di Indonesia. Ideologi yang bukan hanya sebagai jatidiri bangsa, juga sebagai pemersatu dari keberagaman yang ada di bangsa kita selama ini. Rentetan diplomasi dan adu argumentasi telah mengokohkan pancasila hingga eksis menjadi salah satu ideologi yang diapresiasi oleh bangsa lain. Rasa syukur terhadap berkat yang telah ada dalam kehidupan kita ini belum begitu terimplementasi dalam tatanan kehidupan kita akhir-akhir ini. Padahal dalam Islam sendiri khittah keberagaman sejatinya bukan hanya ada di Indonesia, tapi mencakup seluruh dunia. Seperti yang terfirmankan dalam Al-Qur’an “Aku telah menciptakanmu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling kenal (QS. Al-Hujurat (49) : 13)”. Keberagaman yang ada di bangsa kita harus kita rawat bersama, bukan hanya dalam ranah kehidupan bersosial di dunia nyata, tapi juga dalam ruang media internet kita. Ujaran kebencian (hatespeech) dan beritah palsu (hoax) yang selama ini menjadi gambaran betapa sampahnya ruang media sosial kita, harus kita akhiri. Bergelimangnya informasi yang berentetan di setiap laman media sosial, bukan hanya memantik adu argumentasi yang tak berdasarkan data dan fakta. Akan tetapi juga menghabiskan amunisi kita dalam menanggapi adu argumentasi disetiap kolom komentar dalam suatu peristiwa. Merebut Narasi Kedamaian Wajah dari strategi paham radikalisme dan terorisme sekarang berubah total, srategi konvensional yang sering dilakukan dalam menyebarkan paham radikal sudah berubah ke strategi di dunia maya. Beralihnya sistem penyebaran paham radikal dikemas dengan secara halus dan lembut. Para oknum-oknum tersebut menggunakan setiap isu-isu dalam kehidupan kita, semisal perekonomian, mereka menggunakan pelemahan rupiah yang sekarang sedang terpuruk dengan argumentasi merunut akar dari masalah pelemahan tersebut. Salah satunya mereka menggunakan akar bahwa Indonesia masih menggunakan sistem ekonom neoliberal dan oleh karena itu, mereka mencocokkan dengan sistem perekonomian yang ada dalam sistem khilafah yang mereka agung-agungkan. Yang lorong akhir dari deretan akhir setiap permasalahan yang ada di Indonesia, dikait-kaitkan dengan ideogi pancasila harus diganti dengan ideologi yang mereka anggap bisa memperbaiki kehidupan bangsa kita. Kehalusan dan kelembutan dengan sistem penggunaan narasi yang seolah-olah menjadi pembenaran bagi kalangan yang belum mengetahui tentang akar permasalahan dari suatu peristiwa yang diangkat. Hal ini bisa membahayakan ideologi kita, yang selain sebagai pemersatu, juga sejatinya sebagai dasar dalam setiap kebijakan di setiap institusi di Indonesia. Narasi-narasi pelemahan terhadap Pancasila harus kita rebut, jangan sampai mereka menggunakan narasi yang memojokkan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai kelompok radikal mendapatkan ruang untuk bersuara dan mengumandangkan isu propaganda di masyarakat. Narasi Islam damai harus disatukan dengan nilai keindonesiaan yang selama ini sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Agama dan budaya yang dibalut dalam narasi nasioanalisme dalam menguatkan jati diri Islam di Nusantara. Sumber:https://www.harakatuna.com/merawat-marwah-keberagaman-kita.html #muslimsejati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDAPAT NU DAN MUHAMMADIYAH SOAL KONFLIK UIGHUR YANG TAK MAU KITA DENGAR

Forum Kyai dan Mubaligh Nusantara Tolak People Power

Kenapa Allah Menciptakan Kita Berbangsa Bangsa dan Bersuku Suku?