Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Kampus dan Bahaya Laten Radikalisme

Gambar
Sumber : Harakatuna Institut Pertanian Bogor, kebobolan. Dalam video yang beredar luas, terungkap adanya ikrar mahasiswa IPB yang mendukung khilafah islamiyah. Kenyataan itu mengungkapkan sinyalir Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Se-Indonesia, mengenai semakin merebaknya perilaku yang mengarah pada sikap-sikap radikalisme, di masyarakat, termasuk di kampus. Jika dirunut, sikap radikal yang kian merebak di kampus-kampus tumbuh dan berkembang tanpa kendali sejak pasca runtuhnya Orde Baru. Rezim Orde Reformasi kebablasan. Telah membuka kran lebar-lebar terhadap masuknya berbagai ajaran baik dari Barat maupun Timur, termasuk yang anti-Pancasila. Seolah, demi menjaga martabat sebagai negara demokratis terbesar, suatu penghargaan yang sempat disematkan oleh Barat, Indonesia pun menjadi negara bebas berbuat apa saja untuk dan atas nama hak asasi manusia (HAM). Buah dari eforia kebebasan dan penghormatan atas HAM yang berlebihan, kini terasa mulai melahirkan

Beragama Secara Damai

Gambar
Sumber : Harakatuna Ekstrimisme dalam beragama dewasa ini masih dan bahkan semakin mewabah pada diri sebagian umat Islam di dunia, termasuk umat Islam Indonesia. Kelompok ekstrim dan radikal tersebut, menumbuhkan pemahaman beragama dan bernegara yang menentang ideologi kebangsaan dan nasionalisme yang sudah ada. Mereka ingin menggusur ideologi pancasila dan menggantinya dengan ideologi lain, karena dirasa tidak cocok. Bahkan, secara gamblang mereka ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia. Anehnya kelompok ekstrim tersebut merupakan orang-orang yang berpendidikan, bahkan berada dalam lingkungan institusi pendidikan. Bagaimana tidak, kelompok radikal tersebut sudah mulai tumbuh di sebagian institusi pendidikan di Indonesia. Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama kita juga mengatakan hal yang sama bahwa perkembangan kelompok ekstrim ini telah mencapai level mengkhawatirkan. Sebab isu ekstrimisme ini sudah merambah dunia pendidikan Islam, yang tentu dapat mengancam keutuhan kebera

Ajarkan Toleransi Sejak Dini, Ini Manfaatnya untuk Anak

Gambar
Sumber : Harakatuna Menanamkan sikap toleransi kepada anak sering kali diabaikan oleh para orang tua. Alasannya beragam, mulai dari jadwal pekerjaan orang tua yang padat hingga menyerahkan pendidikan toleransi kepada pihak sekolah. Padahal, menurut mantan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat, menanamkan sikap toleransi kepada anak sejak dini sangat penting dan itu harus dimulai dari orang tua. Kenapa orang tua? Orang tua adalah individu yang terdekat dengan anak. “Oleh karena itu, orang tua harus lebih peka. Karena sikap anak pasti akan menurun dari orang tuanya. Jika orang tua acuh tak acuh dengan toleransi, anak pasti mencontoh,” kata dia dalam acara “Wonder: A Way To Teach Tolerance To Kids”, di Jakarta, Sabtu, 16 Februari 2019. Komaruddin juga menjelaskan manfaat menanamkan toleransi kepada anak. Menurutnya, alasan terpenting dan terutama adalah karena kondisi dunia yang semakin beragam dan berkembang. “Kita melihat bahw

Kiai Maruf: Kelompok Intoleran dan Takfiri Bahayakan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Gambar
Sumber : Harakatuna Rais Aam PBNU KH Maruf Amin mengatakan, tugas utama santri adalah mendalami ilmu agama. Sementara tugas pesantren ialah menyiapkan orang yang memahami agama. Di samping itu, pesantren juga harus menyiapkan orang sesuai dengan tuntutan zaman. “Jadi, kalau dulu itu, selain menjadi ulama yang pandai, maka yang digembleng adalah menjadi mujahid, pejuang-pejuang karena tantangannya adalah bagaimana memerdekakan bangsa ini dari penjajah,” kata Kiai Maruf Amin pada acara peluncuran dan konferensi pers Hari Santri 2017 di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (10/8). Sementara hari ini, katanya, selain menguasai ilmu agama Islam, santri juga harus menjaga negara yang telah dianggap final ini daripada upaya-upaya kelompok radikal, intoleran, dan takfiri yang ingin merusak dan mengganti tatanan yang ada. Kelompok-kelompok seperti ini dapat menimbulkan kegaduhan-kegaduhan. “Oleh karena itu, adanya kelompok intoleran sangat berbahaya di dalam kehidupan berbangsa dan

Cegah Benih Radikalisme yang Menyasar ke Anak- Anak

Gambar
Sumber : Harakatuna Paham radikalisme kini menyasar anak-anak. Kelompok ekstremis menyasarnya sebagai target perekrutan. Baru baru ini polisi menangkap 34 orang terduga teroris di Kalimantan Tengah.  Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebagian besar mereka adalah anak-anak. 32 orang mengikuti program deradikalisasi yang difasilitasi Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tengah fokus menyikapi radikalisme, terorisme, dan ektremisme. Terlebih sejumlah anak yang menjadi korban terorisme. Mendapati anak-anak yang terpapar paham radikalisme menjadi masalah sekaligus tantangan tersendiri bagi sejumlah orangtua. ”Sebetulnya yang kita waspadai hari ini anak-anak tidak langsung dilibatkan dalam aksi terorisme. Walaupun ada satu dua peran itu. Nah, yang kita waspadai saat ini tentu langkah langkah menuju aksi teror, pertama radikalisme, indoktrinasi,” ujar Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak KPAI Ai Mar

Islam Bukan Agama Teror

Gambar
Sumber : Harakatuna Buku yang ditulis Muhammad Nur Islami ini adalah pencerah dalam khazanah radikalisme, dan terhadap pengertian dasar terorisme. Dia mempertanyakan pengertian umum terorisme yang mengeliminasi suatu kelompok tertentu; Islam misalkan. Bahkan dia berspekulasi bahwa kemunculan terorisme adalah projectkenegaraan Barat pasca perang dingin. Ketika kekuatan dunia terpusat pada Amerika pasca keruntuhan Uni Soviet (1991), terciptalah kehampaan perang/konflik dan membuat mereka terpaksa menanam bibit-bibit musuh baru untuk kepentingan militer dan jual beli persenjataan secara transnasional. Dengan bersandarkan pada Konvensi PBB tahun 1937, yang menjelaskan pengertian terorisme sebagai bentuk tindak kejahatan dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang dan kelompok tertentu, Muhammad Nur Islami mengkategorikan kasus invasi Amerika ke Vietnam, Irak, Afganistan dan Afrika Utara adalah tindak pelaku terorisme juga. Sehingga dia meyakini bahwa sebenarnya aksi-aks

Gema Pancasila dan Khilafah 

Gambar
Sumber : Harakatuna Suasana Isra’ Mikraj Nabi Muhamamd SAW tahun ini dibaluti oleh segenap permasalahan bangsa, utamanya “khilafah” yang digaungkan Hizbut Tahrir Indonesia. Konvoi-konvoi yang dilakukan oleh HTI, di beberapa tempat mendapat penolakan. Penolakan ini pun berlanjut dengan banyaknya kampus-kampus umum dan swasta yang mengeluarkan surat resmi penolakan atas kelompok anti Pancasila. HTI, sebagai organisasi transnasional yang memiliki juragan di luar negeri, memiliki paham keagamaan yang melampaui kebangsaan. Ideologi yang dicetuskan oleh Taqiyuddin Al-Nabhani ini tidak mengenal sekat dan teritorial negara, memiliki tujuan utama menyatukan negara-negara yang ada di bawah satu pemimpin tunggal, yang disebutnya “khalifah”. Cara pandang yang berbeda ini, sudah tampak sejak Taqiyuddin berkenalan dengan Hasan Al-Banna. Hasan Al-Banna yang notabene pendiri Ikhwanul Muslimun (IM) “menerima” sistem demokrasi (pemilu), yang juga banyak diamini oleh negara-negara yang banyak Musli

Tokoh HTI Yang Mimpi Mendirikan Negeri Khilafah Tidak Bisa Baca Kitab Kuning

Gambar
Sumber : Harakatuna Berawal dari perhelatan LAKMUD atau Latihan Kader Muda IPNU-IPPNU UIN Malang, yaitu sejenis jenjang pengkaderan bagi tunas-tunas Aswaja di lingkungan pelajar. Dimana saya selalu istiqomah diminta mengisi materi “Aswaja dan Ancamannya”. Pasalnya, saya dianggap paling lebay memprovokasi Rekan-Rekanita calon kader untuk bangga dengan NU sekaligus mendeteksi ancaman luar dalam. Seperti biasa, saya paparkan kesesatan aliran-aliran di luar NU yang mengancam eksistensi Aswaja dan NKRI. Seperti Syiah Itsna ‘Asyariah Ja’fariyah, Wahabi, Salafi, HTI, dan semacamnya. Sembari saya edarkan tulisan ringan berjudul “Saya Bangga Jadi NU” yang biasanya saya tulis “ndadakan” kalau menjelang acara Lakmud atau Makesta. “Saya yakin, semua aliran yang mengancam NU akan bubar atau dibubarkan pada waktunya. Semanis apapun propagandanya. Sebesar apapun kekuatannya. Semua akan musnah dan enyah dari negeri ini. Karena negeri ini sudah diruwat oleh para pendahulu. Sudah ditirakati oleh p

HTI Berpotensi Ditunggangi Kelompok Radikal

Gambar
Sumber : Harakatuna Pengamat Politik Islam Muhamad Sofi Mubarok tidak melihat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai ormas yang membahayakan. Namun, menurut dia, HTI berbahaya kalau ditunggangi kelompok radikal. “HTI berpotensi ditunggangi kelompok radikalisme lain,” kata Sofi di Gedung Joang ’45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu 9 Agustus 2017. Ia menjelaskan, ada kesamaan pemikiran antara HTI dengan kelompok radikal yang cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan. Seperti HTI, kelompok radikal pun mengatasnamakan Islam dengan tujuan membangun negara khilafah. “Saya terakhir isi seminar di Bandung, mereka (HTI) berani ngomong kasar segala macam, bayangkan betapa bahayanya rekrutmen HTI dengan pola pikir destruktif bahwa Indonesia ini kafir,” ungkap Sofi. Menurutnya, jika dibiarkan, HTI tinggal menunggu waktu saja untuk ditunggangi oleh kelompol radikal tersebut. Kalau hal itu sampai terjadi, stabilitas negara bisa terancam. “Yang kita khawatirkan potensi HTI

Al-Qur’an (yang) Tak Bicara Khilafah

Gambar
Sumber : Harakatuna Indonesia adalah aset dunia, rujukan dunia kelak hari dan barometer kemajemukan, beragama-ragam suku, budaya, agama dan mazhab bisa melebur menjadi satu. Pendiri bangsa telah menancapkan impiannya ini dengan nalar aktif dan rasional. Tak ada utopisisme, karena benang itu sudah terbukti kesaktiannya. Namun, akhir-akhir ini ia redup, bagaikan lampu yang kehilangan cahayanya. Lampu itu sangat antik, maka setiap saat harus dibersihkan dari kotoran yang menempelinya. Tempelan-tempelan itu kian hari kian menancapkan “taring”-nya, kemudian menyalahkan lampu yang tak kunjung memberikan cahaya terang benderang lagi kepada objek sekitarnya. Tempelan itu—jika dikontekskan ke Negara Indonesia—bernama: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Umur politik bersamaan dengan adanya manusia itu sendiri, maka manusia memiliki potensi negatif: mempolitisasi segala sesuatu sesuai kehendak golongan dan kelompoknya atau menyalurkan aspirasi sebagai kontrak janjinya. Idealnya, sebagai mahluk p

Khilafah Yang Dipaksakan

Gambar
Sumber : Harak atuna Dahulu engkau menganggap gerakanmu dijustifikasi dan bisa dicantolkan ke Al-Qur’an. Namun saat dibuktikan bahwa Qur’an tidak bicara sama sekali sistem negara melainkan hanya pola, engkau berkilah bahwa Qur’an tidak saja ditafsirkan dengan Qur’an. Dulu engkau berbicara sunnah mewajibkannya, sebagai tahapan kedua dari proses mengambil istinbath hukum, namun saat dibuktikan bahwa sunnah hanya berbicara tidak mewajibkan. Engkau berkilah, bahwa kesimpulan tidak saja diambil setelah melewati proses keduanya. Dulu engkau berbicara bahwa Ijma’ sahabat mewajibkannya, sebagai tahapan ketiga yang dalam Ushul fikih berada di posisi ketiga, namun saat dibuktikan bahwa Ijma’ sahabat tidak mewajibkannya. Engkau pun berkilah bahwa masih ada cara lain untuk mengambil sebuah kesimpulan, yakni Qiyas. Dulu engkau mengatakan bahwa dengan yang “muttafaq alaih” bisa dijadikan dalil untuk menggaungkan konsepmu. Namun saat dibuktikan tidak ada, engkau berkilah bahwa masih ada ijtiha

Khilafah Islamiyah Budaya, bukan Agama

Gambar
Sumber : Harakatuna Karena konsep khilafah Islamiyah merupakan bagian dari pemikiran manusia untuk menentukan bentuk pemerintahannya, maka hal ini dikategorikan sebagai budaya, bukan ajaran agama yang sifatnya wajib dan bentuknya baku. “Khalifah kan pemikiran masyarakat, muncul untuk mencari solusi bagaimana setelah Rasulullah meninggal. Jadi khalifahnya siapa, disepakati secara aklamasi. Jadi ini fikiran manusia, karena budaya, maka berubah-ubah,” kata Muhammad al-Faiz di Jakarta, Sabtu (29/8). Terbukti bentuk pemerintahan dalam Islam berubah-ubah sesuai dengan zamannya. Setelah masa khulafaurrasyidien, berganti menjadi kerajaan seperti dinasti Ummayyah dan Abbasiyah. Pada zaman modern, berubah lagi menjadi kerajaan konstitusional atau republik. Dijelaskannya, terdapat budaya yang melahirkan agama, tetapi ada agama yang melahirkan budaya seperti kebudayaan Islam, yang inspirasinya dari nilai-nilai Islam, tetapi ada kebudayaan orang Islam seperti merayakan lebaran dengan mema

Radikalisme Agama Ancam Keberagaman Indonesia

Gambar
Sumber : Harakatuna Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada masyarakat untuk terus mewaspadai penyebaran paham radikal atas nama agama di lingkungan sekitar. Menurut Yaqut, penyebaran paham radikal tersebut mengancam keberagaman yang sudah menjadi konsensus para “founding fathers” bangsa Indonesia. “Bangsa Indonesia itu didirikan oleh seluruh komponen bangsa, berbagai agama, suku, etnis, termasuk para kiai NU. Nah, kelompok radikal itu memaksakan kehendak untuk meyakini agamanya sendiri bahwa agamanya yang benar. Saya muslim, tapi saya tidak akan memaksakan keyakinan saya kepada nonmuslim karena Islam tidak membolehkan memaksakan kehendak,” tegas Gus Yaqut dalam rilisnya, Selasa. Kelompok tersebutlah, lanjut Gus Yaqut memiliki agenda merebut kekuasaan. Ia mengungkapkan, Indonesia masih menghadapi tiga masalah besar. Pertama, kata Panglima Tertinggi Banser ini, adalah masih ada pihak-pihak yang mempermasalahkan masalah konsensus n

Membongkar Khilafah HTI dan Meneguhkan Pancasila

Gambar
Sumber : Harakatuna Pada akhir-akhir ini GP Ansor dan Banser melakukan pencopotan bendera-bendera dan spanduk Khilafah HTI yang dipasang di beberapa tempat, khususnya di Jember. Apa yang dilakukan Ansor dengan Bansernya merupakan wujud perlawanan atas aksi HTI karena dianggap melawan konstitusi. Perlawanan dalam ranah ideologi pemikiran juga banyak dilakukan para cendekiawan muslim dalam berbagai karya tulisan. Sebut saja buku “Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia” karya Dr. Ainur Rofiq al-Amin dan buku “Jurus Ampuh Membungkam HTI” karya Muhammad Idrus Ramli. Serta Nur Fuadi dengan karyanya “Konsep Khilafah Islam Hizb al-Tahrir Indonesia dan Implikasinya Terhadap Pluralitas Bangsa Indonesia”. Ketiganya memiliki motif yang sama, yaitu mengkritisi kelemahan ideologi khilafah HTI dan dampak negatifnya. Satu buku paling mutakhir yang ikut andil dalam meyakinkan kelemahan sistem khilafah yang ditawarkan HTI berjudul “HTI, Gagal Paham Khilafah” karya Makmun Rasy

Mahfud MD: Banyak Anak Muda Mengidolakan Tokoh Radikal

Gambar
Sumber : Harakatuna Jakarta. Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP Pancasila) Mahfud MD menuturkan bahwa saat ini muncul kekhawatiran semakin meluasnya penyebaran ajaran radikalisme di tengah masyarakat. Pasalnya, kata Mahfud, tidak sedikit generasi muda yang mengidolakan tokoh-tokoh radikal di Indonesia. “Ada kekhawatiran kecenderungan gerakan radikal meluas. Sebuah survei menyatakan idola anak muda sekarang itu kelompok radikalis,” ujar Mahfud saat menjadi pembicara Forum Merdeka Barat 9 bertajuk ‘Upaya Memperkuat Persatuan dan Kesatuan’, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2017). Mahfud menjelaskan, pemerintah melalui UKP Pancasila, berupaya mengimplementasikan kembali penguatan pendidikan Pancasila untuk mengatasi kekhawatiran tersebut. UKP-Pancasila, lanjut Mahfud, berupaya membendung gerakan radikalisme dengan memperkuat persatuan dan kesatuan. Salah satunya mengembalikan pendidikan Pancasila di seko

Meruwat Para Penyeru Khilafah

Gambar
Sumber : Harakatuna Kehadiran negara mensyaratkan adanya wilayah, rakyat, kedaulatan dan pengakuan negara-negara lain atas kedaulatannya. Argumentasi tentang keberadaan negara Islam masa Nabi Muhammad dan khulafaurrasyidin masih sangat bisa diterima, karena persyaratan-persyaratan untuk disebut sebagai sebuah negara terpenuhi, berbeda halnya dengan cita-cita pendirian khilafah Islam yang berkembang dari kelompok-kelompok kecil dalam negara-negara yang telah berdaulat. Gagasan pendirian negara (khilafah) dalam negara bukan saja tak mungkin, tetapi jika telah termasuk ide gila dan frustasi untuk mengatasi persoalan kebangsaan yang dianggap semakin jauh dari cita-cita kesejahteraan, sehingga mereka menuduh hal ini diakibatkan karena sandaran hukum yang dipakai hasil cipta-nalar manusia. Para kelompok penyeru khilafah ini seakan mengabaikan bahwa sesungguhnya interpretasi mereka terhadap teks suci agama juga adalah hasil cipta-nalar mereka. Keinginan mendirikan khilafah Islam sebaga

Khilafah HTI Janji Allah?

Gambar
Sumber : Harakatuna HTI sudah  bertahun tahun menyuarakan bahwa khilafah adalah janji Allah. Untuk tahun 2017 ini, dg mengutip ucapan  Zakir Naik saat berkunjung ke Indonesia bahwa  umat Islam bisa bangkit dengan khilafah, dan khilafah pasti akan tegak karena itu janji Allah,” ujarnya. https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://hizbut-tahrir.or.id/2017/04/04/zakir-naik-khilafah-pasti-tegak-karena-itu-janji-allah/&ved=0ahUKEwjmteXZmb7TAhXFipQKHTJfA0UQFggpMAQ&usg=AFQjCNHMujxmiM8HuJOrAeaxqAokwCn-8w&sig2=wcdMoJmGP7Po5RBwB0kAXg Pernyataan Zakir Naik tersebut nampaknya menginspirasi HTI untuk kembali mendisplay dan memproduksi ulang argumen yang sama bahwa khilafah adalah janji Allah. Apa sumber  argumennya? Sepanjang penelusuran saya di majalah resmi HTI,  awalnya yang digunakan sbg pijakan oleh redaksi majalah Al  Wa’ie,  juga penulis aktif HTI seperti Yahya Abdurrahman tentang janji Allah ini adalah hadis tentang khilafah ala minhajin nubu

Abuya Muhtadi: Ormas HTI adalah Pemberontak Negara dan Hukumnya Haram

Gambar
Sumber : Harakatuna KH Abuya Muhtadi Dimyathi Al-Bantany yang bernama kecil Ahmad Muhtadi dilahirkan di Kampung Cidahu Desa Tanagara Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dari pasangan KH Abuya Dimyathi Bin KH M. Amin Al-Bantany dan Nyai Hj. Asma’ Binti KH ‘Abdul Halim Al-Makky pada 26 Desember 1953 M / 28 Jumadal Ula 1374 H. Pendidikan agama awal diperolehnya waktu masih sekolah di SR Tanagara dari ibundanya, karena ayahandanya Abuya Dimyathi Amin pada waktu itu masih Siyahah (berkelana) di Pondok Pondok Pesantren di Nusantara sekaligus bersilaturrahim, bertabarruk dan tholab pada para ulama sepuh kala itu. Setelah tamat SR pada tahun 1965 M ia diajak oleh ayahandanya untuk ikut Siyahah sambil terus menerus digembleng pendidikan agama dalam pengembaraan selama 10 tahun, dan pada tahun 1975 M. Ia mengikuti Ayahandanya Iqomah di Kampung Cidahu Desa Tanagara Kec. Cadasari Kab. Pandeglang Banten sambil merintis Pondok Pesantren. Meski telah memimpin pesantren, bu

Rasa Agama Nusantara

Gambar
Sumber : Harakatuna “Fa man sya`a falyu`min, wa man sya`a falyakfur”. Bagi yang berjuang mensungguh-sungguhi Allah, Islam, Al-Quràn, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, nikmatilah pagi hari kesungguhanmu seusai kegelapan malam. Bagi yang butuh memanipulasi Allah, mengeksploitasi Islam, menunggangi Al-Quràn, men-talbis-i Pancasila dan memanfaatkan Bhinneka Tunggal Ika, demi mengejar keuntungan dunia, kemenangan politik dan kekuasaan – nikmatilah rahasia dan kejutan-kejutan “yaroh”. Aku meneruskan pengabdianku merawat tetanaman di Kebun Nusantara. Sejak jauh sebelum Masehi, manusia Nusantara sudah mengarungi kerinduan kepada asal-usulnya, supaya mengetahui arah dan tujuan pada ujung kehidupannya. Nenek moyang kita sudah mengolah rasa keagamaan, meskipun ada abad-abad di mana mereka belum didatangi oleh Agama. Nenek moyang kita sudah sangat mendalam mencari Tuhan, meskipun ada kurun waktu di mana Tuhan belum menurunkan teks firman ke bumi. Manusia Nusantara melakukan perjalanan kel