Islam Tidak Memusuhi Kebudayaan Lokal

Saat ini manusia yang hanya memikirkan fisik dan material saja. Padahal dalam menjalani kehidupan di dunia ini seharusnya juga memandang sesuatu yang tidak nampak atau dengan kacamata pandangan spiritual. Hal itu disampaikan oleh cendekiawan muda NU KH Ulil Abshar Abdalla atau biasa dikenal dengan panggilan Gus Ulil di awal kegiatan Studium General Manusia Rohani dan Masa Depan Peradaban Islamyang diselenggarakan oleh Program Studi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya pada Selasa (16/4). Kegiatan yang bertempat di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya ini sangat menarik perhatian berbagai elemen masyarakat, terbukti dengan hadirnya peserta yang tidak dari lingkungan UINSA sendiri, bahkan banyak juga yang berasal dari UINSA. Menurut Gus Ulil, ciri dari manusia rohani adalah selalu memandang dunia dengan dua level, yakni dunia yang nampak dan dunia yang tidak nampak.  “Kadang kala yang tidak nampak jauh lebih penting daripada yang nampak di dunia. Peradaban ini harus menjadi peradaban yang tidak hanya menghormati aspek material saja, tapi juga menghormati aspek spiritual juga,” ucapnya. “Manusia rohani itu harus lebih menghormati hal yang tidak nampak daripada yang tidak nampak, karena itu juga lebih penting,” imbuhnya. Ia melanjutkan, bahwa sesuatu akan menjadi besar jika memiliki akar yang kuat, begitu pula dengan manusia. “Sesuatu akan menjadi besar jika memiliki akar yang kuat. Manusia pun tidak akan menjadi manusia yang besar jika tidak memiliki akar yang kuat, akar itu biasanya tidak nampak,” ungkapnya. Ia juga mengajak para mahasiswa yang hadir untuk rajin dalam melakukan riset dan menulis agar bisa menjadi mahasiswa yang sukses. “Kalau Anda ingin menjadi sarjana yang sukses, Anda harus memiliki struktur yang tidak nampak. Anda harus melakukan riset, dan menulis,” ajaknya. Selain itu, menurut menantu Gus Mus ini, sosok manusia rohani itu tidak boleh menutup diri dan harus bisa membuka diri, dalam hal ini terhadap kebudayaan. “Manusia rohani itu tidak boleh menutup diri. Ia harus bisa melihat ke luar. Bukan kepada hal yang primer, namun kepada hal sekunder dalam hal ini kebudayaan,” ujarnya. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa Islam yang memusuhi kebudayaan lokal itu sangat berbahaya, sebab Islam tidak dibangun dengan cara seperti itu. “Islam yang memusuhi kebudayaan lokal itu bahaya sekali. Islam tidak bisa dibangun dengan cara paradigma seperti itu. Kalau ada yang dibangun seperti itu, ia akan mengarahkan Islam kepada kemunduran,” pungkasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDAPAT NU DAN MUHAMMADIYAH SOAL KONFLIK UIGHUR YANG TAK MAU KITA DENGAR

Forum Kyai dan Mubaligh Nusantara Tolak People Power

Kenapa Allah Menciptakan Kita Berbangsa Bangsa dan Bersuku Suku?